Mahfud MD Beberkan Penyebab Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun

Sikat korupsi, pemerintah seperti amputasi tangan sendiri

Bantul, IDN Times - ‎Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, mengatakan sejak reformasi, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Dari angka 20 pada 1999 hingga puncaknya mencapai 39 di tahun 2019. Kemudian, menurun menjadi 38 dan pada saat ini mencapai 34.

‎"Indeks Persepsi Korupsi itu maksudnya indeks persepsi masyarakat internasional tentang seberapa besar skor korupsi di Indonesia berarti kalau diinterval antara 0-100 maka kita di angka 34, dan menjadi penurunan yang tertinggi selama pemerintahan reformasi hingga pemerintah Presiden Jokowi naik konsisten, namun kok tiba-tiba turun," katanya di Bantul, Jumat (3/2/2023).

1. Hal yang dinilai bukan penegakan hukum semata

Mahfud MD Beberkan Penyebab Indeks Persepsi Korupsi Indonesia TurunMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Menurut Mahfud, persepsi korupsi yang turun tersebut bisa disebabkan karena korupsi yang semakin banyak, di mana operasi tangkap tangan (OTT) juga semakin sering. 

"Tapi sebenarnya kalau peningkatan korupsi itu sendiri yaitu normal, seperti itu terus sejak dahulu," ungkapnya.

Menurut dia, yang menjadi masalah adalah IPK turun justru karena penegakan hukum di bidang korupsi naik. Pasalnya, yang dinilai bukan hanya korupsi semata namun ada hal yang lain seperti tentang perizinan yang terjadi korupsi.

"Seperti orang punya izin namun diberikan kepada orang lain seperti itu, sehingga yang menjadi masalah saat ini adalah birokrasi yakni terjadinya korupsi dan kolusi dalam perizinan. Pemerintah pun mengeluarkan UU Cipta Kerja yang tujuannya untuk menekan angka korupsi di Indonesia," ujarnya.

Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik Naik

2. Siapkan SPBE untuk menekan korupsi

Mahfud MD Beberkan Penyebab Indeks Persepsi Korupsi Indonesia TurunIDN Times/Galih Persiana

Dalam tiga tahun terakhir ini, Mahfud mengklaim pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh negara sangat luar biasa. Kejaksaan Agung seperti melakukan amputasi kepada tangan pemerintah, orang pemerintah ditangkap sendiri. 

Gubernur hingga bupati ditangkap dan diproses hukum sehingga pemerintah sudah sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi dalam hal tindakan. Namun, dalam hal administrasi birokrasi, pemerintah masih mempersiapkan instrumen hukum yang memungkinkan bekerja cepat dan mengontrol cepat.

"Kita sedang menyiapkan sistem pemerintah berbasis elektronik (SPBE) yang segera disahkan presiden. Harapannya korupsi, kolusi, pembayaran di bawah meja itu bisa ditangkal. Kan banyak perizinan di pertambangan, perhutanan, banyak terjadi kolusi serta kita tangani dan itu persepsi yang dirasakan oleh persepsi masyarakat internasional terkait kepastian berusaha di Indonesia bagaimana," ucapnya.

"Kepastian-kepastian itu harus dibarengi dengan kebijakan strategis maka dibuatkan SPBE, tapi kalau ada yang korupsi juga harus ditangkap. Tapi upaya mencegah korupsi sudah dilakukan," tambahnya lagi.

3. Ajukan undang-undang pembatasan dengan pembayaran uang tunai

Mahfud MD Beberkan Penyebab Indeks Persepsi Korupsi Indonesia TurunIlustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Mahfud mengungkapkan, turunnya IPK bukan saja ditujukan untuk pemerintah, tetapi juga untuk legislatif dan yudikatif. Meski pemerintah telah habis-habisan memberantas, tetapi korupsi bisa terjadi saat proses pembuatan undang-undang maupun saat proses peradilan. Ketika orang tidak tahu, yang disalahkan pemerintah.

"Padahal kita tidak bisa masuk secara dominan dalam proses pembuatan perundang-undangan bahkan sama sekali di proses peradilan tidak boleh intervensi. Kita nangkapi orang, ketika masuk peradilan tidak boleh ikut campur," tandasnya.

Lebih jauh Mahfud mengatakan untuk menekan tindak korupsi, pihaknya juga mengajukan undang-undang pembatasan pembayaran dengan uang tunai yakni belanja daerah yang nilainya di atas Rp 100 juta tidak boleh dilakukan secara tunai.

"Kami sudah mengajukan undang-undang itu namun oleh legislatif belum disetujui," ujarnya. 

Dengan pembatasan pembayaran secara tunai maka bisa mengantisipasi terjadinya tindak pidana korupsi, kolusi, pembayaran di bawah meja dan lainnya.

Baca Juga: PUKAT Khawatir Perpanjangan Jabatan Kades Tingkatkan Risiko Korupsi

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya