Siap-Siap Bayar Iuran BPJS Kesehatan Dua Kali Lipat, Ini 4 Faktanya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan bukan pekerja.
Kenaikan ini sudah ditetapkan dalam Perpres 75/2019. Dalam perpres tersebut kenaikan iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional berdasarkan rekomendasi Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang disampaikan dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Agustus lalu.
Untuk mengetahui tentang fakta-fakta kenaikan iuran BPJS, simak rangkuman IDN Times berikut ini.
1. Besaran kenaikan iuran capai 2 kali lipat
Dalam pasal 34 Perpres 75/2019, iuran yang harus dikeluarkan oleh peserta kelas Mandiri III dari awalnya Rp25.500 naik menjadi Rp42 ribu. Fasilitas yang didapat oleh kelas ini berupa pelayanan di ruang perawatan kelas III.
Untuk kelas Mandiri II, iuran yang harus dibayarkan Rp110 ribu. Peserta kelas Mandiri II mendapatkan pelayanan di ruang perawatan kelas II. Selanjutnya, untuk kelas Mandiri I iuran yang harus dibayarkan adalah Rp 160 ribu, dan mendapatkan pelayanan di ruang perawatan kelas I.
2. Kenaikan iuran untuk mencegah defisit BPJS kesehatan semakin besar
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan kenaikan iuran merupakan upaya untuk mencegah membesarnya defisit.
"Kalau gak dilakukan upaya-upaya yang bersifat policy mix, artinya dalam tingkat iuran. Maka setiap tahun defisit ini akan semakin lebar," ujar Fachmi, Senin (2/9).
Berdasarkan hitungan BPJS Kesehatan, diperkirakan terdapat kenaikan defisit setiap tahunnya. 2020 diperkirakan kenaikan Rp39,5 triliun, 2021 Rp50,1 triliun, 2022 mencapai Rp58,6 triliun, dan 2023 Rp67,3 triliun.
Editor’s picks
"Itu kalau tidak dilakukan apa pun dan berjalan seperti sebelumnya, maka akan defisit sebesar tersebut. Sehingga harapannya dengan perbaikan fundamental iuran maka persoalan defisit struktural bisa diselesaikan secara struktural," katanya.
Baca Juga: Dirut BPJS Kesehatan: Banyak yang Jadi Peserta Pas Sakit Saja
3. Menuai protes dari masyarakat
Para buruh dari berbagai aliansi organisasi buruh melakukan aksi yang digelar di sekitar Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10). Salah satu tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut adalah terkait dengan iuran BPJS.
"Naikin iuran bukan solusi," ujar orator.
Dilansir dari Antara, selain itu, ratusan orang yang tergabung dalam Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI) Jakarta juga menolak adanya kenaikan iuran BPJS.
"Sekarang iuran BPJS itu seperti yang disampaikan Menteri Keuangan, akan naik. Artinya alasan defisit pengelolaan itu dibebankan kepada masyarakat. Pelayanan belum maksimal, tapi sudah harus dibebankan kepada masyarakat dan APBN," ujar Pimpinan Aksi dalam rangka menolak kenaikan iuran BPJS Nur Adim, Jakarta, Rabu (4/9).
4. Kenaikan iuran memungkinkan peserta turun kelas
Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teguh Dartanto mengatakan bahwa kenaikan iuran pada BPJS Kesehatan membuat peserta turun kelas.
"Saya punya data panel orang yang sama, tahun 2015 dibandingkan tahun 2017 itu kelasnya beda-beda semua, rata-rata turun kelas karena adanya kenaikan iuran," ujar Teguh, seperti dikutip dari Antara.
Baca Juga: Iuran BPJS Naik Awal 2020, Ini Respons Menteri Kesehatan Terawan