Olahan Kakao Warga Desa Doga Gunungkidul Melanglang Buana hingga Swiss
Dari harga puluhan ribu, olahan kakao dijual ratusan rupiah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Warga di Dusun Doga, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul seolah tak kenal menyerah untuk menggali potensi di desa mereka. Memanfaatkan lahan-lahan yang tidak terlalu luas di halaman rumah mereka, warga Doga memilih untuk menanam pohon kakao.
Berawal dari tahun 2017, Kelompok Tani Margodadi III, mulai membangun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Omah Kakao. Memanfaatkan lahan dengan total luas 10,5 hektare tanaman kakao mulai dikembangkan.
Bukan perkara mudah untuk mengembangkan kakao di wilayah Gunungkidul. Dari 7 ribuan pohon yang ditanam, hanya sekitar separuh yang bisa didapat hasilnya. Meski begitu, berbagai upaya dilakukan warga untuk bisa mengembangkan potensi desa.
Upaya meningkatkan nilai tambah dari kakao dilakukan warga, untuk mendongkrak harga jual produknya. "Tidak mungkin sejahtera awalnya, kecuali ada cara," ungkap Ketua Kopeasi Amanah Doga Sejahtera Ahmad Nasrodin, Rabu (20/12/2023).
1. Dari harga puluhan ribu, olahan kakao dijual ratusan rupiah
Awalnya tidak ada pengolahan untuk meningkatkan nilai jual kakao. Seiring waktu berjalan, warga mencoba mengolah menjadi produk yang memiliki nilai tambah.
Bermodal peralatan dan tidak berjalan mulus, hasil olahan kakao kerap tidak sesuai dengan yang diharapkan. Akhirnya warga bersnergi dengan berbagai pihak untuk membuka peluang Omah Kakao untuk berkembang.
"Ketemu LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) mendatangkan ahli kakao dari Bali, dikasih cara fermentasi kakao yang baik. Fermentasi yang baik ini meningkatkan nilai ekonomi, harganya," ungkap Ahmad.
Produk dari Omah Kakao yang awalnya dihargai Rp20 ribu/kg, melonjak tiga kali lipat, menjadi Rp60 ribu/kg. Bahkan bertambah nilainya menjadi Rp100 ribu/kg, setelah pengolahan.
"Jadi dua macam bahan bubuk ceokelat dan lemak cokelat. Dari 3 kg kakao bisa jadi 1 kg bubuk dihargai Rp250 ribu. Lemaknya Rp175 ribu/kg," jelas Ahmad.