TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

4 Kesalahan Pola Pikir yang Mewajarkan Perilaku Toksik Pasangan

Kamu harus respek terhadap dirimu dulu!

ilustrasi pasangan (pexels.com/RDNE Stock project)

Intinya Sih...

  • Relasi yang sehat harus dibangun dengan komitmen dua belah pihak.
  • Jangan mewajarkan perilaku toksik seperti melampiaskan amarah dengan kata kasar dan hinaan.
  • Pertimbangkan apakah permintaan maaf seseorang tulus, atau hanya upaya agar kamu tetap tinggal.

Untuk membangun relasi yang sehat, tidak boleh ada kekerasan dalam hubungan, baik secara fisik maupun emosional. Walau tidak meninggalkan bekas luka yang kasat mata, ucapan dan tindakan seseorang yang tidak menghargaimu bisa mengintimidasi.

Alih-alih rasa aman yang kamu dapat, pasanganmu malah memberi rasa takut, insecure, bahkan kecemasan. Anehnya, masih banyak orang tidak sadar telah mewajarkan perilaku toksik tersebut. Ada beberapa penyebab, salah satunya pola pikir keliru yang pada akhirnya membuat mereka memilih untuk “pasrah” menerima.

Sebagai bahan introspeksi diri, yuk simak empat pola pikir keliru di bawah.

1. “Dia lagi bad mood aja, seharusnya aku bisa jadi pasangan yang lebih mengerti keadaannya”

No, Honey. Relasi yang sehat harus dibangun dengan komitmen dua belah pihak. Bila hanya satu yang berusaha sementara yang lain bersikap semena-mena, maka hubungan yang terbentuk pun akan timpang sebelah.

Setiap orang punya kesulitan dan masalahnya sendiri, tapi itu tidak menjadi alasan untuk menyakiti orang lain. Apalagi, orang terdekatnya sendiri. Bila ia sering melampiaskan amarahnya padamu dalam bentuk kata kasar dan hinaan, maka patut dipertanyakan, apa ia benar-benar mencintaimu?

Kamu pun harus menghormati dan menghargai dirimu sendiri. Memaafkan dan berbuat baik tidak berarti kamu diam saja saat disakiti. Tidak apa-apa untuk tegas ketika sikap orang itu sudah di luar batas.

2. “Dia hanya sedang stres saja, sebenarnya dia bukan orang seperti itu”

Banyak orang berpikir seperti ini karena awal PDKT doi terlihat manis dan baik banget. Tapi saat sudah pacaran dan kalian menemukan banyak konflik, sikapnya mulai berubah.

Ia sering marah, berkata kasar, sampai mencaci-makimu. Setelah masalah selesai, ia meminta maaf dan memohon-mohon agar kamu tidak pergi. Tapi sikapnya tidak pernah berubah.

Kita perlu sadari bahwa, permintaan maaf sebanyak apa pun tidak berarti tanpa adanya ketulusan. Sama saja kamu memberikan dirimu dihina dan diperlakukan semena-mena oleh orang lain.

Baca Juga: 6 Tips Atasi Penyesalan setelah Menikah, Sesuaikan Ekspektasi

3. “Aku harus jadi pribadi yang bisa menenangkannya saat di masa sulit”

Lagi-lagi, kamu mewajarkan sikapnya dengan berpikir bahwa ia akan bersikap baik saat keadaan berubah. Pertanyaannya, kalau ia saja tidak bisa menghargaimu dalam keadaan terpuruk, bagaimana ia akan menghargaimu dalam keadaan baik?

Sama saja kita membuka celah untuk orang itu bersikap seenaknya. Ada waktunya kamu harus tegas dan tahu kapan harus menjauh dari orang-orang toksik. Bahkan bila itu berarti pasanganmu sendiri.

Verified Writer

Caroline Graciela Harmanto

sedang mengetik ...

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Berita Terkini Lainnya