Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan Tangguh

Pameran tunggal seniman Gorontalo, Syam Terrajana

Bantul, IDN Times - Sudah tak terhitung pameran seni rupa yang diikuti seniman Syam Terrajana sejak tinggal di Gorontalo hingga pindah ke Yogyakarta. Sejumlah daerah dirambah, seperti Jakarta, Tangerang, Kalimantan Barat, Malang, Bali, Manado, tak terkecuali Gorontalo dan Yogyakarta.

Meskipun, Syam yang pemain teater, jurnalis, juga perupa itu baru menekuni dunia kanvas sejak 2013. Dan pameran berjudul Pada Ruang yang Bercerita di Ruang Dalam Art House di Bantul pada 5-15 Maret 2021 adalah pameran tunggal pertamanya. Membangun proses panjang yang menjadi bagian dari ruh teater punya peran penting dari kelahiran pameran tunggalnya.

“Makanya setelah hampir tiga tahun tinggal di sini (Yogyakarta), baru aku berani (pameran) tunggal,” kata Syam, saat ditemui ketika pembukaan pamerannya, 5 Maret 2021 sore.

Dia berharap, pameran tunggalnya bisa menjembatani latar belakangnya sebagai jurnalis, pemain teater, yang juga penggemar sastra dan sejarah. Lalu dikemasnya menjadi 15 lukisan, 1 video art, 1 instalasi, serta 85 panel mix media on paper.

Baca Juga: Syam Terrajana, Pemain Teater yang Jatuh Cinta pada Jurnalisme

1. Pisau malam bakupas menggambarkan perempuan kuat dan lembut

Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan TangguhLukisan berjudul Malam Bakupas karya Syam Terrajana di Ruang Dalam Art House, Bantul, 5 Maret 2021. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Ada satu lukisan yang diakui Syam cukup berkesan. Dia memberi judul Malam Bakupas. Itu adalah tradisi persiapan menjelang hajatan di Gorontalo. Seperti di daerah lain, menjelang hajatan, warga sekitar yang umumnya perempuan datang berbondong-bondong untuk membantu urusan di dapur. Mereka membawa pisau terbaiknya masing-masing. Dan malam bakupas tak hanya berlangsung semalam, bisa berhari-hari. Bagi keluarga kaya, malam bakupas bisa digelar dua pekan.

Syam kecil punya kenangan manis pada malam bakupas. Menyelinap di tengah hiruk pikuk perempuan-perempuan yang tengah memasak, lalu mengambil sate dan dibawa lari ke luar. Acap perempuan-perempuan itu yang menyelipkan sate atau makanan lain ke tangan Syam.   

Dan lukisan pada kanvas dengan sapuan akrilik dan cat minyak itu menggambarkan sosok-sosok perempuan dewasa dan anak-anak yang tengah berkumpul. Tiap-tiap mereka membawa sebilah pisau kuning. Sementara di depan mereka ada empat baskom hijau lurik berisi gumpalan-gumpalan daging warna merah.

Yang menarik, wajah-wajah perempuan itu diambilkan dari foto-foto wajah keluarganya yang dikolase dan dipindahkan pada kanvas.    

“Awalnya gak punya gagasan mau gambar apa. Setelah menggambar hingga separuh jalan baru tahu, oh mau gambar ini,” kata Syam.

Tak hanya soal semangat kebersamaan yang ingin dimunculkan Syam dalam lukisan itu. Melainkan juga sifat lembut dan kerasnya perempuan yang tergambar dari citraan pisau yang dibawanya.

“Pisau itu bisa jadi apa saja. Jadi makanan enak buat kami santap. Juga bisa jadi sesuatu yang mengancam kamu kalau mekulai harga dirinya, menyakitinya,” papar Syam.

2. Karya instalasi ruang kerja seniman: ada meja kursi, mesin ketik, asbak rokok

Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan TangguhKarya instalasi dalam pameran Pada Ruang yang Bercerita karya Syam Terrajana di Ruang Dalam Art House, Bantul, 5 Maret 2021. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Selain menampilkan lukisan dan video art, Syam juga memajang instalasi berupa meja, kursi, mesin tik, juga asbak. Karya instalasi itu gambaran dari ruang produksinya.

“Itu privilege banget,” kata Syam.

Meskipun menekuni seni rupa, bukan berarti mengubah kebiasaan sehari-harinya. Syam tetap menjadikan kegiatan mengecek isi handphone sebagai awal mula pembuka hari.

“Bangun tidur langsung menghadap kanvas itu tidak ada,” kata Syam.

Baru kemudian membuka laptop untuk memulai menulis atau mengedit tulisan. Kegiatan yang biasa dilakoni sebagian besar jurnalis. Ketika menulis, kemudian melihat lukisan dan merasa terganggu, barulah Syam membuat jeda dengan melukis.

“Jadi waktu menggambar kuselip-selip. Bagiku privilege banget kalau dalam sehari melukis. Dan itu jarang terjadi,” kata Syam yang menyebut proses melukisnya dengan istilah hit and run.   

3. Ada Tan Malaka dan puntung rokok pada 85 panel sketsa

Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan TangguhKarya panel sketsa dalam pameran Pada Ruang yang Bercerita karya Syam Terrajana di Ruang Dalam Art House, Bantul, 5 Maret 2021. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Pada dinding ruang instalasi, Syam memajang 85 panel sketsanya. Cara membuatnya pun beragam dan unik. Ada sketsa yang dibuat dengan polesan pensil dan bolpoin. Ada yang berupa deretan tulisan dari mesin ketik. Ada yang berupa ketikan tulisan yang ditimpa dengan tulisan lain, gambar lain. Juga menempelkan aneka potongan gambar hingga puntung rokok pada kertas.

“Kemarin kan pisang ditempel laku. Siapa tahu puntung rokok ditempel laku juga,” kelakar Syam.

Dia mengingatkan kisah pisang ditempel dengan lakban pada dinding dalam pameran di galeri Art Basel Miami Beach pada akhir 2019 lalu. Pisang dilakban itu laku Rp1,6 miliar.

Meski demikian, Syam tak menyertakan sketsa lama buatan masa jadi perupa pemula. Sketsa-sketsa yang dibuat pada buku sketsa yang selalu ada di dalam tasnya. Membuat sketsa menjadi refreshing yang efektif kala itu. Dan dalam pameran ini, Syam menyajikan sketsa baru.

“Aku membuatnya dalam sekali tarikan nafas,” ucapnya puitis.

4. Caption lukisan berupa penggalan kata-kata

Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan TangguhKarya panel sketsa dalam pameran Pada Ruang yang Bercerita karya Syam Terrajana di Ruang Dalam Art House, Bantul, 5 Maret 2021. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Apabila jeli, caption tiap-tiap karya yang dipajangnya bukan sekedar barisan kalimat yang menjelaskan secara gamblang apa yang dilukisnya. Melainkan menyerupai bait-bait puisi, syair, juga pantun. Namun Syam menolak untuk menyebutnya sebagai puisi.

“Itu penggalan kata-kata,” kata Syam.

Dia bermaksud menjadikannya sebagai clue atau petunjuk atas maksud gagasan dari karya yang dibuatnya. Namun pengunjung sepertinya mesti berusaha cukup keras untuk mencerna maksud penggalan kalimat itu. Ada sejumlah diksi Gorontalo yang tak semua orang mengerti. Seperti penggalan kalimat untuk lukisan Malam Bakupas.

Torang datang. Iris rica bawang. Perah santan pondang. Sate balanga, kuah hitam, acar manisan. Torang siram bulan. Basah wangi, rempah hakiki.”

Atau untuk lukisan berjudul Mop No. 2. Lukisan bernuansa biru itu menggambarkan sosok bocah duduk membelakangi. Dia membawa tongkat kecil yang mengeluarkan semacam asap putih, mungkin kembang api. Di dekatnya ada peta Papua, ada sobekan amplop cokelat, ada foto-foto separuh badan. Ada juga gambar bintang dan babi.

“Buah nangka buk di tanah. Air mata macam getah saja. Lengket, tajam, dan noda. Lonceng gereja, pekik merdeka, piuh senjata. Ha ha ha suaranya.”

Selebihnya, Syam membebaskan pengunjung mentafsirkan sendiri karya-karyanya dalam pameran itu. Sebagaimana dia punya imajinasi sendiri atas karya seninya.

5. Melihat lukisan Syam bisa terdiam sekaligus digoda sastra

Lukisan Malam Bakupas, Gambaran Perempuan Lembut dan TangguhLukisan dalam pameran Pada Ruang yang Bercerita karya Syam Terrajana di Ruang Dalam Art House, Bantul, 5 Maret 2021. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Baik kurator Sudjud Dartanto maupun penulis Bandung Mawardi dari Bilik Literasi Surakarta menangkap aroma sejarah dan puitis dalam pameran tunggal Syam. Sudjud misalnya, melihat ruang adalah bidang yang acap kali muncul dalam latar ekspresi karya Syam. Kanvasnya menjadi panggung yang di atasnya ada aktor beragam gestur dan sejumlah benda dengan tata letak artistik tertentu. Ada yang saling timpa, impit, bertebaran acak.

“Dan imajinasi kita diminta untuk mencari tautan-tautan maknawinya,” kata Sudjud dalam narasi tulisannya.

Ada potret Tan Malaka, ada reproduksi arsip tentang adegan pribumi Hindia Belanda yang tengah menikmati candu. Jika lukisan-lukisan itu dokumen sejarah, maka karya itu hendak mengkonfirmasi tujuan pameran tunggalnya ke dalam kesadaran sejarah modern bangsa Indonesia.

Bagi Bandung, tokoh-tokoh laki-laki dan perempuan dalam lukisan tengah memerankan adegan beragam dalam suatu peristiwa yang tak terjelaskan. Dan lukisan Syam, menurut dia tak hanya minta dipandang. Tapi juga ingin dibaca dari pencantuman penggalan kata-kata itu.

“Di depan lukisan Syam, kita boleh berdiam dan merasa digoda foto, lukisan, dan sastra,” imbuh Bandung. 

Baca Juga: Seniman Laila Tifah, Melawan Sakit dan Cemas dengan Melukis

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya