TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Bayu Permadi, Pionir Batik Motif Kontemporer di Kulon Progo

Ciptakan batik sepanjang 77 meter sampai batik motif Sambo

Bayu Permadi, pembatik dan pemilik Sembung Batik (IDN Times/Dyar Ayu)

Kulon Progo, IDN Times - Batik bukan sekadar kain yang digambar biasa. Buat rakyat Indonesia, batik adalah jati diri, ciri khas, dan kebanggaan yang tak ternilai. Makanya, setiap tanggal 2 Oktober diakui sebagai Hari Batik Nasional sesuai dengan tanggal sewaktu UNESCO menetapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and the Intangible Heritage of Humanity).

Sama halnya dengan Bayu Permadi selaku pembatik dan pemilik Sembung Batik asal Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Ia menjadikan batik sebagai media untuk menyampaikan perasaan hingga aspirasi. Hal ini menjadikan Sembung Batik sebagai pencetus batik motif kontemporer di Kulon Progo.

1. Dari dua karyawan, kini Sembung Batik memiliki empat puluh karyawan

Proses membatik di Sembung Batik (IDN Times/Dyar Ayu)

Bayu menceritakan awal mulanya terjun sebagai pembatik. “Jadi tahun 2008, waktu saya masih SMP, diajari sama bapak mengenal batik. Kemudian saya tertarik dan belajar,” ujar Bayu saat ditemui di Sanggar Sembung Batik pada Kamis (29/9/2022) lalu. Waktu itu, usaha batik milik orang tuanya baru memiliki dua karyawan saja.

Salah satu titik balik yang membuat Sembung Batik makin ramai pembeli adalah saat adanya pengakuan batik motif geblek renteng yang menjadi ciri khas Kulon Progo. Kapanewon Lendah sendiri memang terkenal sebagai penghasil batik di Kulon Progo dan menurut Bayu, setidaknya setiap rumah memiliki pembatik.

Pada tahun 2012 itu, pemerintah mewajibkan semua instansi dan sekolah mengenakan seragam batik geblek renteng dan batiknya juga harus dibeli di industri-industri batik lokal dalam Kulon Progo. Melonjaknya permintaan batik geblek renteng membuat Sembung Batik jadi kebanjiran pembeli dan merekrut banyak pekerja sampai kurang lebih empat puluh orang.

Baca Juga: Unik, Pusaka Batik Merah Putih 77 Meter dari Kulon Progo

2. Ciptakan berbagai motif batik unik dengan tujuan besar di dalamnya

Proses membatik di Sembung Batik (IDN Times/Dyar Ayu)

“Awal-awal yang diproduksi ya batik-batik klasik, yang satu lembar kain itu full motif. Setelah itu jalan satu sampai dua tahun kemudian, kok sepertinya membosankan. Lalu, saya bikin gebrakan pertama dengan bikin batik motif galau,” ujar Bayu.

Batik motif galau menurut Bayu tak jauh berbeda dengan batik lainnya, hanya saja pemasarannya dengan cara yang berbeda. Bayu juga menggabungkan aneka motif dan warna dalam satu kain sehingga terlihat unik dan menyegarkan.

Tidak berpuas dengan menciptakan batik motif galau, Bayu kemudian membuat batik dengan motif lahar dingin, batik dengan lebar 77 meter sebagai peringatan HUT RI yang ke-77 tahun pada Agustus 2022 lalu, dan yang terakhir Bayu bersama seniman batik lainnya membuat batik motif Sambo dan dibuat pameran secara virtual.

Dari batik ini, Bayu dan pembatik lainnya memberi kritikan bagi pemerintah dan instansi terkait menyoal kasus yang semakin hari justru menunjukkan kebobrokan pihak-pihak yang seharusnya mengayomi masyarakat. Sebelum itu, lelaki asli Lendah tersebut juga pernah membuat batik motif Gunung Semeru yang hasilnya kemudian dilelang dan hasilnya disumbangkan kepada masyarakat terdampak letusan Gunung Semeru.

“Batik itu kan yang penting prosesnya, bukan masalah tentang motifnya. Batik itu proses sebagai alat ekspresinya, kita gunakan kuas, kita gunakan cap, apa pun itu yang penting kita gunakan lilin dan ada pewarnaannya, sudah sah,” paparnya.

3. Berusaha menjaga ciri khas yang dimiliki Sembung Batik dengan terus bereksperimen

Proses membatik di Sembung Batik (IDN Times/Dyar Ayu)

“Ciri khas Sembung Batik sendiri adalah motif kontemporer. Motifnya lebih ekspresif, warna, dan melalui berbagai proses,” jelas Bayu.

Saat Bayu memulai membuat batik motif kontemporer, di Kulon Progo sendiri belum banyak orang familier dengan motif tersebut. “Setelah mengenal dan tahu, mereka (pembatik lain) kemudian juga ikut membuat. Sekarang bahkan gak bisa dibedakan mana batik kontemporer dengan batik biasa,” kata dia.

Batik motif kontemporer pun juga menjadi salah satu batik paling diminati di Sembung Batik. Untuk harganya sendiri mulai dari Rp250 ribu sampai jutaan rupiah per lembar kainnya. Harga yang berbeda-beda ini dipengaruhi oleh tingkat kesulitan motif, teknik pembuatan, dan warnanya.

Untuk terus mempertahankan keistimewaan yang dimiliki oleh usahanya tersebut Bayu berusaha selalu menghasilkan hal-hal baru, entah mulai dari motif, warna, dan lainnya. Ia mengaku masih akan terus bereksperimen sehingga menghasilkan batik yang bisa disukai semua kalangan.

4. Tetap memproduksi batik-batik lawasan

Batik motif Sambo di Sembung Batik (IDN Times/Dyar Ayu)

Meski peminat kini lebih banyak datang pada batik motif kontemporer, Sembung Batik tetap memproduksi batik motif langka atau yang mereka sebut sebagai motif lawasan. “Kita masih bikin motif batik sido asih, semen rama, sekar jagad, karena itu ‘kan juga khasnya Jogja,” ungkap Bayu.

Namun, ada satu jenis motif batik yang tidak bisa dibuat oleh Sembung Batik, yaitu batik motif tiga negeri. Batik motif satu ini memang terkenal sulit karena pembuatannya yang harus melalui tiga wilayah sehingga sulit untuk dibuat.

Baca Juga: Batik Semen, Motif Batik Andalan Jogja yang Menyimpan Harapan Baik

Berita Terkini Lainnya