Cara Mencegah Hubungan Toksik dalam Keluarga Menurut Psikolog

Pencegahan Toxic Relationship dalam Keluarga

Yogyakarta, IDN Times - Di dalam keluarga tentu ada permasalahan dan konfliknya masing-masing. Namun, hal ini bisa menimbulkan disfungsi jika anggota keluarga tidak berinteraksi satu sama lain dan menyelesaikan masalah tersebut secara sehat.

Disfungsi tersebut berkaitan erat dengan hubungan toksik atau beracun dalam keluarga. Nah, kenali lebih lanjut perihal hubungan toksik dalam keluarga dan cara mencegahnya berdasarkan pemaparan psikolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) berikut ini.

1. Penyebab disfungsi pada keluarga

Cara Mencegah Hubungan Toksik dalam Keluarga Menurut PsikologIlustrasi pertengkaran keluarga (Pexels.com/Polina Zimmerman)

Psikolog Center for Public Health, Fakultas Psikologi UGM, Nurul Kusuma Hidayati, mengatakan setidaknya ada lima problem terbesar yang terjadi dalam keluarga.

Di antaranya, salah satu pihak merasa bertanggung jawab atas permasalahan yang dialami keluarga atau sebaliknya, terlalu berusaha menghindari konflik dengan anggota keluarga, perbedaan ide tentang cara terbaik menyelesaikan masalah, ada perbedaan yang gak pernah terselesaikan, serta terjadi perselisihan serius atas masalah yang tidak penting.

Sementara, keluarga disfungsional merupakan kondisi di mana konflik dan perilaku menyimpang pada anggota keluarga terjadi terus-menerus dan merugikan anggota keluarga lainnya.

“Keluarga disfungsional adalah keluarga yang tidak dapat menjalankan peran dan fungsinya, dapat diartikan adanya pertentangan antara individu dalam keluarga yang menyebabkan hubungan antaranggota keluarga tidak harmonis,” papar Nurul dilansir laman resmi UGM, Selasa (19/8/2022).

Baca Juga: 7 Tips Melatih Anak agar Lebih Rapi dan Mandiri

2. Enam poin ketangguhan keluarga

Cara Mencegah Hubungan Toksik dalam Keluarga Menurut Psikologilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Menyambung pemaparan Nurul, Psikolog Wirdatul Anisa, mengatakan hubungan toksik dalam keluarga dapat dihindari dengan membangun relasi positif antaranggota keluarga. Relasi positif ini juga diperlukan agar keluarga dapat berfungsi semestinya dalam mengatasi krisis.

Relasi positif, lanjut Winda, dapat dibangun dengan cara menjaga ketangguhan keluarga dan komunitas. Menurutnya ada enam hal yang dapat dilakukan untuk menjaga ketangguhan keluarga.

Pertama, memberikan apresiasi dan kasih sayang. Antara lain dengan memperhatikan anggota keluarga satu sama lain, menciptakan suasana yang bersahabat, saling menghargai dan menghormati, serta menyisipkan candaan dalam interaksi sehari-hari.

Kedua, komunikasi yang positif yang dapat dibangun lewat pujian dan ucapan terima kasih, berbagi perasaan yang tengah dialami, serta menahan diri untuk tidak saling menyalahkan.

Ketiga, komitmen anggota keluarga terkait kepercayaan, kejujuran, dan tanggung jawab terhadap peran masing-masing. Keempat, mengusahakan kesejahteraan spiritual dan nilai-nilai bersama dalam keluarga.

Kelima, meluangkan waktu untuk berbagi kesenangan bersama anggota keluarga. Keenam, mengelola stres dan krisis secara efektif, terbuka terhadap perubahan, dan resiliensi.

3. Memperbaiki relasi negatif dalam keluarga

Cara Mencegah Hubungan Toksik dalam Keluarga Menurut PsikologIlustrasi keluarga (pexels.com/@august-de-richelieu)

Lebih lanjut, Wirda mengatakan relasi negatif yang terjadi dalam keluarga bisa diperbaiki dengan pendekatan strategi resolusi konflik. Hal ini dilakukan dengan mengenali pola hubungan dalam keluarga. Apakah keluarga cenderung memiliki kritik yang tinggi, demanding, tidak ada komunikasi, atau yang lainnya.

Kemudian, membuka komunikasi dengan mengklarifikasi masalah yang relevan, berbagi pemikiran, dan sama-sama mencari solusi.

“Dalam berkomunikasi kita juga membutuhkan strategi-strategi, misalnya dapat menuliskan pemikiran kita atau dapat memutuskan untuk melakukan percakapan pada waktu dan tempat tertentu. Kemudian, kita juga bisa menggunakan humor,” ungkap Wirda.

Dalam menyelesaikan konflik, yang penting adalah sikap jujur dan terbuka, menghargai dan menghormati, saling memaafkan dan membantu satu sama lain, serta sabar menghadapi prosesnya. Ketika konflik tersebut tak bisa diselesaikan sendiri, maka kita bisa meminta bantuan pihak lain.

Baca Juga: 5 Tanda Orangtua yang Tak Bertanggung Jawab terhadap Anak

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya