TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mendhem Ari-ari dan Brokohan, Tradisi Jawa Sambut Kelahiran Buah Hati

Ari-ari harus diperlakukan baik karena bermakna penting

Ilustrasi mendhem ari-ari di Kraton Jogja (kratonjogja.id)

Kelahiran seorang bayi adalah saat yang ditunggu, tak hanya oleh orangtua juga keluarga besarnya. Tak mengherankan untuk mengungkapkan kebahagiaan, dilakukan berbagai perayaan. 

Dalam masyarakat Jawa, terdapat tradisi mendhem ari-ari dan brokohan saat menyambut kelahiran bayi, hal ini memiliki makna yang dalam. Berikut ulasan lengkap yang menarik untuk diketahui!

1. Tugas ayah mengubur ari-ari bayi

ilustrasi bayi (unsplash.com/Aditya Romansa)

Menurut laman Kraton Jogja, prosesi mendhem ari-ari biasanya dilakukan saat hari lahir sang bayi. Namun ini tak menutup kemungkinan untuk dilakukan di hari lain, mengingat kesibukan, atau kelahiran bayi yang terlalu malam.

Nah, mengapa ari-ari begitu istimewa? Ari-ari atau plasenta, adalah organ yang menghantarkan nutrisi sekaligus melindungi bayi selama berada di dalam janin. Inilah mengapa ari-ari perlu diperlakukan dengan baik, yakni dengan mengubur atau dalam bahasa Jawa disebut mendhem. Yang bertugas mengubur ari-ari bayi adalah sang ayah.

Saat melakukan tugasnya, ayah mengenakan busana padintenan beserta gaya nyamping dan blangkon gagrak khas Yogyakarta. 

2. Tata cara dan benda yang dibutuhkan saat mendhem ari-ari bayi

ilustrasi jahe (freepik.com/Freepik)

Ari-ari tak lantas dikubur dalam tanah begitu saja, terdapat tata cara yang harus dipatuhi agar tetap aman. Pertama adalah, ari-ari harus dibersihkan sehingga tak tersisa darah yang menempel. 

Selanjutnya, organ tersebut dimasukkan dalam periuk berbahan tanah liat bersamaan dengan berbagai macam barang lain seperti garam, jarum, benang, kain mori, dan sebuah kertas yang bertuliskan huruf Jawa-Latin-Arab, dan kembang sritaman. Ada juga yang memasukkan benda lain, misalnya dengan menambahkan minyak wangi, empon-empon seperti kunyit, kemiri, jahe, dan lain-lain, beras, serta uang logam. 

Pemberian benda bermakna agar saat dewasa nanti sang bayi bisa hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya keberadaan beras, garam, kemiri, dan gereh pethek atau ikan asing, yang melambangkan kebutuhan pangan. Sedangkan jarum dan benang merupakan perlambang kebutuhan sandang. Kemudian, ari-ari dan semua benda tersebut dimasukan dalam kendi, lantas dikubur dalam tanah.

Ayah bayi juga wajib memasang lampu di atas pendeman ari-ari tersebut selama 35 hari atau yang dalam bahasa Jawa disebut dengan selapan. 

Baca Juga: 5 Menu Makan Siang Khas Keraton Yogyakarta, Unik dan Serba Daging

Berita Terkini Lainnya