Teknologi Kesehatan Nuklir Bisa Menekan Defisit BPJS

Dimanfaatkan untuk penyembuhan penyakit kanker

Kota Yogyakarta, IDN Times- Teknologi nuklir ternyata bisa menjadi salah satu solusi untuk menekan defisit BPJS Kesehatan.

Pasalnya, metode pengobatan dengan teknologi nuklir tak menelan biaya banyak sehingga bisa menekan defisit BPJS Kesehatan yang mencapai triliunan rupiah.

1. Teknologi nuklir bisa dimanfaatkan dalam pengobatan kanker ganas tanpa operasi‎

Teknologi Kesehatan Nuklir Bisa Menekan Defisit BPJSemedicinehealth.com

Ketua Perhimpunan Kedokteran Nuklir, Eko Purnomo mengatakan saat ini nuklir yang ada bayangan masyarakat merupakan sesuatu yang mengerikan. Namun di bidang kesehatan teknologi nuklir sudah bisa dimanfaatkan untuk pengobatan berbagai penyakit. Salah satunya mengobati kanker ganas yang menjadi salah satu faktor penyebab kematian tinggi di Indonesia untuk jenis penyakit tidak menular.

"Memanfaatkan radio isotop buatan BATAN para ahli kedokteran nuklir bisa dimanfaatkan untuk pengobatan kanker ganas seperti kanker getah bening tanpa harus melalu operasi yang menelan biaya banyak dan itu bisa dilakukan oleh ahli kedokteran nuklir,"ujarnya dalam jumpa pers Indonesia NEXPO 2019 di Yogyakarta, Jumat (6/9).

Baca Juga: Belanja Busana Batik di Pasar Beringharjo, Iriana Jokowi Dapat Diskon

2. Pengobatan kanker dengan nuklir ditanggung BPJS‎

Teknologi Kesehatan Nuklir Bisa Menekan Defisit BPJSANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Eko mencontohkan pengobatan kanker ganas getah bening dengan metode operasi hingga proses penyembuhan dengan kemoterapi bisa menghabiskan Rp 100 juta. Sementara pengobatan dengan teknologi nuklir dengan metode ablasi tidak perlu operasi. Pasien hanya perlu meminum cairan maka bisa langsung mematikan sel kanker ganas dalam getah bening tersebut.

"Bisa mati sampai akar-akarnya dan tidak perlu kemoterapi yang bikin rambut sampai rontok dan biayanya hanya Rp 9 juta dan sudah ditanggung BPJS," katanya.

Selain itu, pengobatan penyakit gondok juga bisa dilakukan dengan metode yang sama tanpa dilakukan operasi dan tidak harus mengkonsumsi obat-obatan terus menerus. "Jadi sangat menekan sekali pengeluaran dari BPJS," katanya.

3. Ahli kedokteran nuklir terus mengembangkan pengobatan ‎

Teknologi Kesehatan Nuklir Bisa Menekan Defisit BPJScancercenter.com

Saat ini, kata Eko, para ahli kedokteran nuklir masih mengembangkan pengobatan untuk berbagai penyakit kanker lainnya seperti kanker serviks, payudara dan juga penyakit jantung.

"Nah untuk penyakit jantung dengan teknologi nuklir mampu menekan operasi pemasangan ring pada syaraf di jantung yang sudah lemah fungsinya. Dengan teknologi nuklir akan bisa mengetahu syaraf mana yang mati dan tidak perlu dipasang ring. Dengan begitu bisa menekan biaya yang harus dikeluarkan BPJS," ujarnya.

4. Jumlah ahli kedokteran nuklir masih terbatas‎

Teknologi Kesehatan Nuklir Bisa Menekan Defisit BPJSIDN Times/Daruwaskita

Pakar Kedokteran Nuklir, Johan Mansyur mengatakan hingga saat ini pengobatan teknologi nuklir masih awam bagi masyarakat. Padahal, kata Johan Mansyur dampaknya sangat rendah dibandingkan dengan menggunakan X-Ray atau dengan kemoterapi yang bikin rambut menjadi rontok.

"Jadi masih ada kesan nuklir itu momok padahal teknologi kedokteran nuklir sangat aman dan terbukti para ahli kedoteran nuklir ini punya anak dan tidak mandul karena radiasi," katanya sambil tersenyum.

Kendala lainnya untuk mengembangkan kedokteran nuklir, kata Johan Mansyur adalah keberadaan dokter ahli nuklir di Indonesia masih sangat terbatas. Kini jumlahnya hanya 60 orang saja dan teknologi dan alat kesehatan untuk aplikasi teknologi nuklir dalam bidang kesehatan juga masih mahal.

"Di Indonesia rumah sakit yang sudah menggunakan penyembuhan penyakit kanker dengan teknologi nuklir masih terbatas. Di Medan baru 1 rumah sakit, di Jakarta 7 rumah sakit, di Bandung 2 rumah sakit, di Jateng 1 rumah sakit, dan di Samarinda 1 rumah sakit. Sedangkan di Yogya yaitu RSUP Sardjito masih dalam proses," katanya.‎

Baca Juga: Menulis Disertasi Kontroversial, Ini Sosok Abdul Aziz di Mata Kolega

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya