Ada Ratusan Ragam Sate di Nusantara, Paling Banyak dari Yogyakarta

Ada sejumlah versi asal muasal sate di Indonesia

Sleman, IDN Times - Tidak hanya memiliki beragam macam suku dan bahasa, Indonesia juga memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa. Salah satunya adalah sate, yang memiliki beragam jenis, bahan, serta bumbu yang digunakan.

Pakar kuliner Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Murdijati Gardjito dalam penelitiannya mengungkapkan, sate atau satai dapat ditemui di hampir semua daerah di Indonesia. Namun, bahan dan bumbu yang digunakan pada tiap-tiap daerah berbeda, menyesuaikan dengan kemudahan bahan dan bumbu tersebut ditemukan.

"Terdapat 252 ragam sate dan hanya 175 ragam sate yang diketahui asal-usulnya dan 77 ragam sate tidak diketahui asal-usulnya. Yogyakarta merupakan daerah yang paling
banyak ragam satenya," ungkapnya pada Kamis (12/8/2021).

Baca Juga: Uniknya Sate Kronyos Mak Adi Bantul, Gurihnya Menggoda Lidah

1. Asal usul sate

Ada Ratusan Ragam Sate di Nusantara, Paling Banyak dari YogyakartaIlustrasi sate ayam (IDN Times/Dwi Agustiar)

Murdijati menjelaskan, jika dilihat istilah sate ini berasal dari Minnan-Tionghoa, yakni “sa-tae-bak” yang berarti tiga potong daging. Biasanya sate terdiri dari 4 potong daging atau lebih, namun orang Tionghoa hanya menggunakan tiga potong daging pada setiap tusuknya.

Di dalam versi yang lain, sate ini berasal dari bahasa Tamil (Kruger, 2014). Ada pula yang mengatakan bahwa pada awal abad ke-19, perantau dari Arab dan Gujarat masuk ke Indonesia yang kemudian mempengaruhi seni dapur dan hidangan nusantara, yakni hidangan berbahan dasar daging kambing dan domba. Dari sinilah sate mulai berkembang, seiring dengan mulai bermunculannya pedagang-pedagang di Jawa yang menjajakan sate di pinggir jalan.

Kemudian, pada akhir abad ke-19, perantau Jawa dan Madura membawa sate menyeberangi Selat Malaka menuju Malaysia, Singapura, dan Thailand. Saat itulah sate semakin dikenal, bersamaan dengan perpindahan pendatang Melayu dari daerah Hindia Belanda menuju Afrika Selatan. Sate kemudian dikenal dengan sebutan sosatie (Ketaren, 2014).

"Sehingga bila dirunut asal-usul sate, dapat dikatakan bahwa penyebaran sate dimulai dari Jawa yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia," paparnya.

2. Bahan dan bumbu yang sering digunakan untuk membuat sate

Ada Ratusan Ragam Sate di Nusantara, Paling Banyak dari YogyakartaIlustrasi Sate Suruh khas Salatiga, Jawa Tengah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Lebih lanjut, Murdijati menjelaskan untuk bahan-bahan yang digunakan untuk membuat sate pada umumnya berupa daging hewan, seperti daging ayam, sapi, kambing, kelinci, kerbau, kuda, dan babi. Tidak hanya dagingnya, bagian lain pada hewan seperti seperti usus, lidah, hati, babat, dan sebagainya juga sering digunakan.

Selain dari daging hewan, tidak jarang bahan lain seperti telur, ikan, kerang, keong, dan udang juga digunakan. Bahkan seiring meluasnya variasi sate di nusantara, bahan nabati seperti tempe, tahu, jamur, sayur dan buah juga digunakan sebagai bahan pembuatan sate. Sedangkan bumbu yang digunakan adalah bawang putih, bawang merah, cabai merah, dan garam, yang kemudian disiram dengan saus kacang dan kecap manis serta diberi taburan bawang merah goreng di atasnya.

"Sepiring sate paling nikmat dimakan bersama dengan sepiring lontong, namun dapat pula dinikmati dengan sepiring nasi putih," katanya.

3. Hampir semua daerah kuliner Indonesia memiliki ragam sate

Ada Ratusan Ragam Sate di Nusantara, Paling Banyak dari YogyakartaIlustrasii satai (IDN Times/Besse Fadhilah)

Setelah dilakukan penelusuran asal-usul daerah kuliner, Murdijati menemukan jika dari 252 ragam sate, yang jelas asal-usulnya sebanyak 175 ragam saja. Sementara itu, 77 ragam sate lainnya tidak dapat ditelusuri asal-usulnya.

Setelah ditelisik lebih jauh, 175 ragam sate tersebut berasal dari 32 daerah kuliner dari 34 daerah di seluruh nusantara (94,11 persen). Hal ini menunjukkan bahwa hampir di semua daerah kuliner Indonesia yang memiliki ragam sate kuliner masing-masing. Sementara itu, dua daerah kuliner yakni Lampung dan Mandar tidak memiliki ragam sate yang biasa dimasak oleh masyarakat. Lalu, jika dilihat dari sebarannya, ragam sate paling banyak terdapat di Pulau Jawa, sebanyak 100 ragam sate atau 57,14 persen dari keseluruhan sate yang terdata di Indonesia.

"Daerah kuliner yang memiliki jumlah ragam sate paling banyak yaitu Yogyakarta sebanyak 21 ragam sate, Semarang 12 ragam sate, serta Bali dan Pekalongan masing-masing sejumlah 11 ragam sate," paparnya.

4. Bahan hewani paling banyak digunakan

Ada Ratusan Ragam Sate di Nusantara, Paling Banyak dari YogyakartaIDNTimes/Holy Kartika

Lebih lanjut, Murdijati menjelaskan jika dari 175 ragam sate yang berhasil dilakukan pendataan, ada sebanyak 84 variasi bahan yang digunakan. Untuk bahan nabati yang digunakan ada sebanyak 14 atau 16,67 persen. Sementara itu, sate dari bahan hewani ada sebanyak 70 atau 83,33 persen. 

Dari bahan hewani, sapi menjadi hewan ternak yang paling banyak digunakan, yakni sebanyak 107 atau 61,14 persen. Lalu, posisi kedua ada ayam sebanyak 42 atau 24 persen. Setelahnya adalah ikan-ikanan sebanyak 29 atau 16,57 persen. 

Lalu, dari bahan nabati, bahan yang sering digunakan adalah tempe kedelai sebanyak 10 atau 5,72 persen. Tempe gembus sebanyak 2 atau 1,14 persen. Jamur kuping 2 atau 1,14 persen, serta jamur tiram sebanyak 2 atau 1,14 persen. 

"Ragam bumbu (selain garam) yang digunakan pada berbagai macam sate Indonesia yaitu sebanyak 66 jenis bumbu," jelasnya.

Baca Juga: Tak Hanya Klatak, Kini di Bantul Ada Kuliner Sate Lele 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya