Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur Zaman

Mampu bertahan sejak zaman kolonial hingga pandemik COVID-19

Yogyakarta, IDN Times - Gudeg, kuliner khas Yogyakarta yang satu ini terkenal manis dengan aneka lauk tambahan seperti tahu dan tempe bacem, semur telur, sampai krecek yang rasanya pedas. Di antara banyaknya penjual gudeg, ada Gudeg Mbok Lindu yang sudah eksis sejak zaman kolonial. Ketekunannya sejak jaman penjajah sampai akhir hayat dan kini digantikan oleh anaknya adalah bukti konsistensi yang berbuah manis.

Kisah ketekunan Mbah Lindu ini bahkan sampai diangkat dalam sebuah dokumenter Netflix, Street Food Asia. Dalam dokumenter tersebut digambarkan bagaimana untuk menjajal gudeg ini saja pembeli harus rela antre atau datang sejak pagi.

Walau begitu, tidak mudah ternyata perjuangan Mbah Lindu dan kini anaknya dalam menjajakan gudeg. Berikut ini kisah inspiratif Mbah Lindu semasa berjualan sampai akhir hayat yang diceritakan langsung kepada IDN Times Jogja pada Kamis (03/3/2022).

Baca Juga: Tjemara Noodle Bar, Spot Baru Makan Mi Enak Yogyakarta

1. Tidak pernah mengganti resep apa pun dari sang ibu

Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur ZamanGudeg Mbok Lindu (IDN Times/Dyar Ayu)

Saat ini, usaha Gudeg Mbah Lindu diteruskan kepada anak terakhirnya yang bernama Rutiyah. Perempuan berusia 56 tahun ini adalah anak yang paling dekat dengan Mbah Lindu, bahkan semasa ia kecil sampai dewasa, ia menghabiskan waktunya dengan belajar masak gudeg mengikuti resep sang ibu.

“Gak ada yang diganti, semua sama,” ucapnya di sela-sela melayani pembeli. Tangannya cekatan meletakkan nasi, gudeg, krecek dan lauk pilihan pembeli di atas piring plastik beralas kertas dan daun pisang.

Seorang rekan yang juga membantu melayani di Gudeg Mbok Lindu kemudian menimpali, meski anak-anak Mbah Lindu lainnya juga membuat gudeg, buatan Rutiyah yang rasanya paling mirip.

2. Sudah berjualan sejak Mbah Lindu berusia 13 tahun

Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur ZamanGudeg Mbok Lindu (IDN Times/Dyar Ayu)

Rutiyah juga berkisah bahwa sang ibu sudah berjualan sejak umur 13 tahun, sejak beliau belum menikah. Beruntungnya, Mbah Lindu panjang umur, bahkan tetap memasak gudeg sendiri sampai usia 100 tahun.

Saat ditanya apa yang membedakan antara berjualan waktu zaman dulu dengan sekarang, Rutiyah mengatakan bahwa kini lauk yang disediakan. Dulu semasa Mbah Lindu berjualan sendiri, ayam disuguhkan dengan disuwir, tapi kini ada juga pilihan ayam potongnya seperti paha, ati ampela, dan lain-lain.

Baca Juga: Jadah Tempe Mbah Carik, Burger Khas Yogyakarta untuk Teman Minum Teh

3. Mulai dari berjualan dipikul sampai menetap di kawasan Sosrowijayan

Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur ZamanGudeg Mbok Lindu (IDN Times/Dyar Ayu)

Rutiyah memang belum lahir saat Mbah Lindu berjualan gudeg dengan cara dipikul. Namun ia menerima banyak cerita bahwa semasa sang ibu berjualan, selain dipikul juga Mbah Lindu sempat berjualan menggunakan becak.

“Waktu itu (masa kolonial) ya saya belum lahir, tapi tahu kalau simbah dulu jualannya dipikul. Terus naik becak, terus jualan di sini (kawasan Sosrowijayan) meski tempatnya pindah-pindah,” kata Rutiyah.

Alasan mengapa Mbah Lindu menjajakan gudegnya dengan cara dipikul karena pada zaman dulu, jarak rumah ke rumah belum seperti sekarang sehingga berjualan harus dengan cara dipikul untuk menarik pembeli. Pada saat itu juga Mbah Lindu kerap memutari wilayah Malioboro dan sekitarnya.

4. Hampir tak pernah tutup, baik Mbah Lindu maupun Ratiyah adalah sosok pekerja keras

Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur ZamanGudeg Mbok Lindu (IDN Times/Dyar Ayu)

Saat ditanya apakah warung gudeg legendaris ini ada hari libur atau tidak, Ratiyah menggeleng. Ia kemudian menjawab bahwa ia sama seperti Mbah Lindu yang bahkan nyaris tidak pernah libur. “Habis jualan sampai jam 11, terus nanti jam 3 mulai masak, jam 1 malam masak lagi sampai pagi terus berjualan,” ujarnya.

Ia kemudian mengenang sang ibu yang jarang sekali libur berjualan. Kalau tidak ada benar-benar sakit atau ada acara keluarga yang penting, Mbah Lindu akan tetap berjualan. Rutiyah kemudian mengaku juga begitu, jika tidak benar-benar lelah, ia tidak akan menutup lapaknya.

5. Terdampak pandemik, Gudeg Mbok Lindu bertahan berkat inovasi gudeg frozen

Gudeg Mbok Lindu, Tak Lekang Digempur ZamanGudeg Mbok Lindu (IDN Times/Dyar Ayu)

Bisa dibilang, Gudeg Mbok Lindu ini hebat. Setelah melewati masa penjajahan, reformasi, dan kini dunia dihantam pandemik COVID-19, masih tetap eksis bahkan makin berkembang. Mbah Lindu masih hidup saat COVID-19 masuk ke Indonesia, otomatis beliau merasakan juga pandemik ini.

Rutiyah mengatakan walau sempat tutup 3 bulan karena pandemik, justru penjualan gudeg frozen mengalami peningkatan. Gudeg frozen Mbok Lindu memang tidak tersedia di e-commerce, melainkan bisa dibeli melalui jastip atau pengiriman dengan ojek daring. Soal harga, frozen gudeg Mbok Lindu harganya beragam tergantung lauk yang diinginkan. 

Konsistensi rasa dan kualitas, dibarengi dengan inovasi dalam hal menu membuat Gudeg Mbok Lindu bertahan sampai sekarang. Sang anak, Rutiyah yang kini meneruskan usahanya pun jadi bukti bahwa meski sudah beda generasi, pelanggan sejak lama sampai pelanggan baru bisa dijaga dengan mempertahankan resep yang sudah melegenda ini.

Baca Juga: 5 Kuliner Pedas Khas Jogja yang Rasanya Nampol, Bikin Merem Melek!

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya