Naik 9,24 Persen di Q3, Pertumbuhan Ekonomi di DIY Harus Dibayar Mahal

Angka kasus positif COVID-19 juga melonjak tinggi

Yogyakarta, IDN Times - Ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada masa pandemik COVID-19 ini, menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) DIY, Heru Margono, menunjukkan geliat pertumbuhan pada kuartal III. Hal itu dilihat dari perbandingan dengan triwulan sebelumnya (quarter-to-quarter, qtq), yaitu triwulan II 2020, dengan angka pertumbuhan ekonomi 9,24 persen.

“Meski belum bisa menyamai atau tumbuh positif, jika dbandingkan dengan triwulan yang sama pada 2019 (year-to-year),” kata Heru dalam siaran pers secara virtual pada 5 November 2020.

Adanya pandemik, pertumbuhan year-to-year untuk triwulan III 2020 terhadap triwulan III 2019 masih mengalami kontraksi atau minus 2,84 persen. Persentasenya dibilang lebih ringan ketimbang triwulan II 2020 yang mencapai 6,72 persen. Perekonomian DIY yang diukur dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2020 mencapai Rp35,25 triliun.

Baca Juga: Olah Bawang Merah Pascapanen, Petani Kalasan Raup Cuan 200 Persen

1. Penyediaan akomodasi dan jasa makan-minum naik di atas 40 persen

Naik 9,24 Persen di Q3, Pertumbuhan Ekonomi di DIY Harus Dibayar MahalLapangan usaha dengan pertumbuhan PDRB tertinggi di DIY pada kuartal III. Dok. BPS DIY

Berbeda dengan triwulan II-2020 yang sempat mengalami kontraksi, perekonomian DIY pada triwulan III-2020 mulai menggeliat sebesar 9,24 persen. Kecuali administrasi pemerintahan, hampir semua lapangan usaha tumbuh positif.

Pendorong pertumbuhan utama adalah penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa lainnya yang tumbuh di atas 40 persen, yaitu 43,86 persen dan 40,63 persen. Pertumbuhan lain terjadi pada usaha jasa perusahaan, transportasi dan pergudangan, dan konstruksi juga tumbuh lebih dari 10 persen, masing-masing 27,50 persen, 23,17 persen, dan 16 44 persen. Usaha lainnya masih tumbuh kurang dari 10 persen.

Pembukaan kembali pembatasan arus lalu lintas di perbatasan wilayah DIY pada awal Juli, membuat mobilitas masyarakat meningkat. Berbagai acara Meeting, Incentive Convention and Exhibition (MICE) kembali diselenggarakan di wilayah DIY.

Kebijakan liburan panjang Muharam juga mampu mendorong peningkatan hunian hotel sekitar 30 hingga 40 persen untuk hotel berbintang dan 20 persen untuk hotel nonbintang. Peningkatan aktivitas pariwisata turut mendorong aktivitas penyediaan makan/minum di restoran dan kafe. Aktivitas jasa angkutan, baik kereta, angkutan darat, angkutan udara, dan jasa penunjang angkutan, termasuk biro/agen perjalanan wisata juga mulai menunjukkan geliatnya. 

Di lapangan usaha konstruksi, pembangunan tiang pancang dan tiang penyangga rel KA bandara sudah mencapai 50 persen dengan total biaya Rp1,2 triliun dengan dana yang bersumber dari APBN. Realisasi pengadaan semen naik 53,14 persen. Berdasarkan data APBD DIY, belanja modal triwulan ini naik sebesar 390 persen. Selain itu, ada perbaikan jalan dan saluran drainase di beberapa lokasi di wilayah Sleman dan Kota Yogyakarta.

2. Ekspor antardaerah neto tumbuh di atas 254 persen

Naik 9,24 Persen di Q3, Pertumbuhan Ekonomi di DIY Harus Dibayar MahalIlustrasi Pertumbuhan Ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan PDRB DIY triwulan III-2020 dibandingkan triwulan II-2020 didorong pertumbuhan seluruh komponen pengeluaran yang tumbuh positif, kecuali perubahan inventori. Salah satu indikator perbaikan ekonomi DIY adalah kinerja ekspor, baik ekspor luar negeri maupun ekspor antardaerah netto.

Ekspor antardaerah neto tumbuh di atas 254 persen diikuti ekspor luar negeri yang juga tumbuh cukup tinggi yaitu 31,01 persen. Komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan pengeluaran lembaga non provit yang melayani rumah tangga (PKLNPRT) tumbuh 12,99 persen dan 7,70 persen. Komponen impor luar negeri, pengeluaran konsumsi rumah tangga, dan konsumsi pemerintah juga menunjukkan peningkatan aktivitas dan nilai tambah dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan positif di triwulan III-2020 ini, memberikan catatan adanya perbedaan pada komposisi pertumbuhan triwulan III-2020 dan triwulan II-2020. Komponen pengeluaran yang sebagian besar mengalami kontraksi pada triwulan I dan II-2020, pada triwulan III-2020 seluruhnya tumbuh positif.

3. Pertumbuhan ekonomi dibayar mahal dengan lonjakan kasus COVID-19

Naik 9,24 Persen di Q3, Pertumbuhan Ekonomi di DIY Harus Dibayar MahalIlustrasi Swab Test (ANTARAFOTO/Basri Marzuki)

Lantas, bagaimana prediksi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2020, jika berkaca pada triwulan III? Akankah pertumbuhannya semakin positif?

Persoalannya, pertumbuhan ekonomi yang positif di DIY pada triwulan III-2020 harus dibayar mahal. Penerapan kebiasaan baru (new normal) sejak akhir Juni 2020 atau triwulan III turut menyumbang peningkatan jumlah pasien COVID-19.

Kondisi yang sama berulang ketika kebijakan libur panjang kembali digelar pada triwulan IV-2020. Setidaknya ada kebijakan pemerintah DIY yang tak berubah selama pandemi pada triwulan III dan IV. Sama-sama tak ada pembatasan mobilitas penduduk, sama-sama menjalankan kebijakan pusat soal libur panjang, tepatnya 28 Oktober-1 November 2020.

“DIY sudah merah membara,” demikian Kepala Dinas Kesehatan Sleman, Joko Hastaryo, menegaskan dalam webinar bertema Vaksin Aman, Masyarakat Sehat yang digelar Dinas Komunikasi dan Informasi Sleman pada 19 November 2020 lalu.

Kabar kondisi DIY per 17 November 2020 itu membuat sebagian publik terhenyak. Sebagian lagi memaknai informasi itu tak mengejutkan, karena sudah diprediksi peningkatannya seiring penerapan libur panjang.

4. Kasus positif melonjak setelah pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru

Naik 9,24 Persen di Q3, Pertumbuhan Ekonomi di DIY Harus Dibayar MahalIlustrasi ruang isolasi di RSUP dr Sardjito. IDN Times/Siti Umaiyah

Tepat dua pekan setelah libur panjang, catatan Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Pemerintah DIY menunjukkan peningkatan kasus positif.

Pada 11 November 2020 ada 13 kasus, 12 November 2020 ada 33 kasus, 13 November 2020 ada 26 kasus, 14 November 2020 ada 34 kasus, dan 15 November 2020 tanpa ada kasus. Namun 16 November 2020 ada 67 kasus, 17 November 2020 ada 32 kasus, 18 November 2020 ada 65 kasus, dan 20 November 2020 ada 10 kasus.

Kemudian tiga hari belakangan meningkat menjadi 56 kasus pada 21 November 2020, 77 kasus pada 22 November 2020, dan 82 kasus pada 23 November 2020. Total jumlah kasus terkonfirmasi positif per 23 November 2020 telah menembus angka 5.254 kasus, suspek 15.318 kasus, dan 125 pasien meninggal.

“Virus tak bisa ke mana-mana. Asalkan orang yang bawa virus tak ke mana-mana. Selama orang di rumah masing-masing selama 14 hari secara bersama-sama, mungkin (penyebaran virus) akan berhenti. Karena itu sesuatu yang tak mungkin, ya itulah…,” papar Joko panjang lebar.

Dan lonjakan-lonjakan kasus itu sudah terasa sejak pemberlakuan adaptasi kebiasaan baru pada akhir Juni 2020 lalu di DIY. Sebagaimana pernah disampaikan Epidemilog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Riris Andono Ahmad dalam wawancara virtual pada 22 September 2020, tingkat mobilitas masyarakat di DIY makin tinggi sejalan digaungkannya wacana uji coba kebiasaan baru (new normal).

“Orang berpikir kembali beraktivitas normal. Meskipun belum berhasil menghentikan penularan,” kata Riris.

Akibatnya, DIY maupun Indonesia secara umum kini telah masuk pada fase penularan komunitas yang meluas. Tak ada lagi kejelasan siapa yang menularkan dan siapa tertular. Upaya mencari sumber penularan kalah cepat dengan tingkat penularan virus itu sendiri.

Baca Juga: Tanaman Hias Jadi Tren, Perajin Gerabah Kasongan Panen Rezeki

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya