Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-empon

Adjie turut berdayakan petani lokal

Bantul, IDN Times - Adjie Kukuh Wibianto (26) awalnya sama sekali tidak membayangkan jika akan berkecimpung dalam bisnis empon-empon. Namun, kini ia justru berhasil meraup omzet hingga ratusan juta per bulan dari membudidayakan tanaman seperti jahe, lengkuas, dan kunyit.

Sepak terjangnya bertani bermula ketika ia mendapatkan informasi bahwa salah satu produsen fast-moving consumer goods pembuat minuman jahe kesulitan memenuhi suplai jahe dari petani.

"Karena musiman dan gak banyak petani yang menanam komoditas jahe, jadi suplai kurang," ujarnya mengawali percakapan dengan IDN Times pada Jumat (4/6/2021) lalu.

Baca Juga: Gegara Pandemik, Makanan Legendaris Kwaci Cap Gadjah Gulung Tikar   

1. Awalnya tak semulus harapan

Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-emponAdjie (ketiga dari kiri) bersama petani empon-empon. (Dok. Istimewa)

Bermodal nekat, Adjie mengaku memberanikan diri untuk menjadi supplier tetap. Padahal, saat itu ia belum memiliki atau menanam sendiri komoditas jahe yang ditawarkannya.

"Saya mencoba trading dulu. Saya coba cari petani dan coba beli langsung dari petani kemudian saya jual untuk suplai ke pabrik tadi," tuturnya.

Setelah berhasil menyuplai jahe lewat jual-beli dengan petani, Adjie lantas mengembangkan jaringan distribusinya ke tempat lain. Ia membuka rantai pasokan dari retailer lokal ke produsen-produsen yang membutuhkan komoditas tersebut. Barulah ia kemudian tertarik untuk mulai menanam sendiri.

"Kalau nanam sendiri tepatnya mulai dari sekitar bulan September 2019. Tiga bulan pertama kontrak kerja sama dengan petani, itu masih kita pasrahkan ke petani, karena kita belum paham betul gimana caranya nanam jahe dengan hasil kuantitas dan kualitas yang maksimal," terang Adjie.

Warga Kalurahan Pendowoharjo, Kapanewon Sewon, Kabupaten Bantul, ini mulanya bercocok tanam jahe emprit di lahan seluas 2 ribu meter persegi dengan dibantu dua petani. Namun, hasil panennya jauh dari kata memuaskan. Mengingat, Adjie sendiri tak memiliki berlatar belakang di bidang pertanian.

Sambil menggarap lahan, Adjie pun masih terus menjalankan trading dengan petani jahe yang lain, karena dirinya sudah telanjur teken kontrak menjadi supplier.

"Dari situ sambil saya belajar dari literasi-literasi IPB, jurnal-jurnalnya Balitro Bogor. Sampai dapat jurnal dari China bagaimana kandungan komposisi unsur hara nitrogen,
fosfor dan kalium yang tepat untuk beberapa komoditas empon-empon di fase usianya masing-masing pada waktu ditanam," ujarnya.

2. Pandemik jadi titik balik

Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-emponSalah satu lahan pertanian empon-empon yang dikelola Adjie. (dok. Istimewa)

Maret 2021, saat pandemik COVID-19 mulai menghantam Indonesia, harga empon-empon melambung tinggi karena permintaannya juga meningkat. Adjie pun semakin semangat untuk membudidayakan komoditas ini.

Ia tak hanya terjun langsung ke proses penanaman, tapi juga turut membuat sistem pengendalian dan prosedur operasional standar (SOP) bagi para petani yang bekerja sama dengannya. 

"Dari bulan Maret 2021 itu jadi kita udah ikut langsung terjun ke lahan. Ikut melakukan proses penanaman dari perendaman bibit, proses semai, mengawasi langsung jalannya pemupukan sampai semua perlakuan kepada tanaman."

"Administrasi pembukuan mereka, kita yang lakuin. Karena sambil riset dan mengimplementasikan hasil dari literasi-literasi dan jurnal-jurnal yang sudah kita pelajari," papar pria yang pernah mengenyam pendidikan di jurusan Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini. 

Baca Juga: Mbak Key Sulap Boneka Rongsokan Jadi Boneka Bernilai Ekonomis Tinggi

3. Kondisi tanah dan edukasi ke petani jadi tantangan

Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-emponPengukuran pH tanah untuk bertani empon-empon. (dok. Istimewa

Menyelaraskan kemampuan petani dalam melakukan proses penanaman secara efektif, kata Adjie, juga menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, petani masih menanam dengan cara konvensional dan belum memahami jika ada cara yang lebih modern dan efektif untuk menanam empon-empon. Ia pun turut memberikan edukasi bagi para petani terkait hal ini.

"(Mengedukasi petani) gimana pH dan kelembaban tanah yg ideal, gimana cara pakai alat ukur pH tanah, kapan waktu pemupukan yg tepat dan bagaimana komposisi pemupukan yg ideal. Masih banyak petani yg belum mengerti hal-hal tersebut," tuturnya.

Selain faktor pengetahuan petani, kondisi tanah juga punya peran sangat penting terhadap hasil panen. Jika tanahnya tidak cocok, empon-empon juga tidak tumbuh optimal. Gara-gara ini, Adjie pernah mengalami kerugian.

"Ada beberapa lahan kedapatan kerugian karena force majeure dari alam karena mencoba di tanah yang diluar standar SOP kita. Dari sisi distribusi, pernah kedapatan kerugian karena pengelolaan penyimpanan di gudang seperti busuk, kering, dan lain-lain," katanya.

4. Meraup omzet hingga Rp300 juta per bulan

Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-emponIlustrasi empon-empon. (IDN Times/Fariz Fardianto)

Kini, lahan yang digunakan Adjie untuk menanam empon-empon ada lebih kurang 3 hektare, yang tersebar di beberapa wilayah. Kebanyakan di provinsi Jawa Barat, sisanya di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. 

Lahan yang dibutuhkan cukup banyak, lantaran empon-empon hanya panen antara 7-12 bulan sekali. Untuk memastikan pasokan empon-empon dapat berjalan setiap bulan, ia pun membuat sistem giliran bagi lahan-lahan tersebut.

"Kalau dari segi teknis, kesulitannya sih cuma bagaimana caranya bisa bikin sistem fertigasi dan irigasi otomatis di musim kemarau. Karena kebanyakan petani itu menanam di awal musim penghujan," ujarnya.

Selain itu, ia juga telah menanan lima jenis empon-empon, yaitu jahe emprit, jahe merah, lengkuas, kunyit, dan kencur. Sementara, petani yang diajak kerja sama dan dikelola kurang lebih ada 12-an orang.

Distribusi hasil panen dibagi ke tiga segmen, yaitu retailer, grosir, produsen skala UMKM, dan produsen skala industri. Lantas, berapa omzet yang dia peroleh?

"Yang pasti keuntungannya sih tipis karena margin kecil dan kalau waktu harga turun. Kalau harga sedang melambung dan posisi demand tinggi, omzet bisa mencapai Rp300 jutaan per bulan. Kalau harga lagi rendah dan demand lagi kecil, omzet cuma di kisaran Rp90-100 jutaan."

5. Berharap lebih banyak anak muda yang terjun bertani

Petani Millennial Raup Cuan lewat Bertanam Empon-emponAdjie Kukuh Wibianto (kiri) bersama sang ayah di salah satu lahan pertanian empon-empon yang dikelolanya. (Dok. Istimewa)

Sebagai anak muda yang jadi petani, Adjie menyayangkan jumlah petani yang semakin berkurang. Padahal, Indonesia merupakan negara agraris. Ia berharap anak muda berminat untuk terjun dan membangun sistem pertanian yang modern.

"Indonesia itu kan negara Agraris ya, tapi di era dan jam sekarang petani itu jumlahnya sedikit. Generasi sekarang udah jarang banget yg mau jadi petani. Memang sih sekarang udah Industri 4.0 yang mana semua serbadigital. Justru itu pesan saya kepada anak-ana muda yang lain, kita bikin dunia pertanian itu modern dan digitalisasi. Jangan gengsi pokoknya," pungkas Adjie.

Baca Juga: Bantu Petani, Startup Besutan Peneliti UGM Sabet Hermes Award 2020

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya